TOLERANSI, SEMANGAT, & KERJA SAMA YANG KITA BUTUHKAN
Oleh: Hidar Amaruddin, S.Pd., M.Pd. (Guru kelas V)
Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk “social distancing” yang kemudian berganti menjadi “physical distancing”, dengan maksud kita semua mulai berjaga jarak antarsatu dengan yang lain. Kebijakan itu dimaksudkan untuk memutus rantai COVID-19 yang sudah menyebar luas dan memakan banyak korban.
Sehingga anak-anak sekolah diliburkan dan diminta untuk belajar dari rumah. Hingga tulisan ini dibuat, korban penderita Covid-19 semakin bertambah, dari yang dirawat, sembuh, bahkan banyak sekali korban yang sudah meninggal.
Kebijakan pembelajaran daring (online) pun dilakukan sebagai pengganti pembelajaran yang ada di sekolah. Guru dan siswa bisa saling berinteraksi lewat grup-grup media sosial dari Whatsapp, Skype, Google Hangout, atau penugasan berupa video praktik kepada anak.
Akan tetapi, setiap hal baru pasti akan menimbulkan kekagetan dan kegugupan yang berujung pada pro dan kontra. Bagi keluarga yang pro dengan kebijakan ini, menganggap daring efektif (untuk keadaan saat ini) apabila disesuaikan dengan porsinya.
Pembelajaran daring pun dilakukan dengan penuh toleransi dalam mengerjakan. Siswa di rumah mampu meminta tolong siapa pun untuk membantunya belajar, ada orang tua ataupun saudara. Siswa pun diperbolehkan mengoperasikan gawai yang bertujuan sebagai penunjang pembelajaran daring.
Pengumpulan tugas juga diperpanjang durasinya, fleksibel, dan kondisional. Bagi yang kontra menganggap, bahwa pembelajaran daring ini memberatkan siswa dalam aspek kognitif. Karena tugas diberikan secara kontinu. Pertanyaannya yang muncul, bukankah “toleransi” pembelajaran daring sudah dilakukan sedemikian rupa?
Di media sosial juga munculkritik yang ditujukan kepada guruagar pembelajaran daring tidak membuat anak“downshiftting”, karena tugas yang diberikan memang dilakukan dan diberikan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan tiap masing-masing sekolah.
Namun, saya sebagai praktisi pendidikan menganggap bahwa kalimat “tugas bertubi-tubi” tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Guru berusaha semaksimal mungkin, berupaya memberikan pembelajaran yang terbaik untuk siswa (dengan bertatap muka daring atau penugasan di rumah), begitupun dengan orang tua juga sudah berusaha sebaik mungkin untuk membantu anaknya dalam menjalankan proses pembelajaran daring.
Berhenti saling menyalahkan
Yang perlu dilakukan saat ini, meminimalisir ujaran atau ucapan keluhan dan saling menyalahkan. Yang dibutuhkan tri pusat pendidikan: keluarga-sekolah-media sosial (lingkungan), adalah kritik yang membangun, kerjasama yang harmonis. Agar semua pihak dapat menjalankan peranan tanpa mengalami beban psikis.
Selanjutnya, sebisa mungkin berkepala dingin dalam mengomentari perihal apa pun di media sosial. Karena bahasa tulis di media sosial menjadi satu-satunya alat komunikasi antara guru dengan orang tua, diperlukan kejernihan pikiran untuk menerjemahkan dan memahami maksud dari guru ataupun orang tua.
Bahasa media sosial amatlah terbatas, sehingga kita perlu menurunkan ego dan meredam emosi saat sedang berkomunikasi. Atau bisa juga menggunakan emotikon dalam berkomunikasi, untuk menegaskan ekspresi kita saat sedang menulis pesan, agar tidak terjadi salah paham.
Jika seandainya seorang guru atau orang tua menuliskan candaan saat berkomunikasi, tak lain hanya untuk menjadikan suasana komunikasi agar lebih cair dan tidak kaku. Supaya pengawasan anak selama di rumah bisa berjalan dengan maksimal.
Orangtua lebih mengenal karakter anak
Dalam pembelajaran daring, waktu yang paling banyak tentu saja di lingkup keluarga. Yang biasanya bertemu anak hanya ketika sore hari (jika Full Day School), kini bisa bertemu dan saling berbagi cerita bersama anak setiap waktu. Tentunya hal tersebut juga memunculkan kontra.
Lantas, bagaimana dengan orang tua yang masih sibuk bekerja? Tentunya selalu ada jalan tengah yang harus diambil dengan menimbang resiko. Buatlah kesepakatan antara orang tua dan anak selama pembelajaran daring, berikan reward atau peringatan di setiap sikap dan perilaku anak selama di rumah.
Bagaimana kami tidak takut, jika kami tidak bisa secara langsung mengawasi anak di rumah? Jika yang ditakutkan adalah penggunaan gawai, para orang tua memang perlu mengecek aplikasi apa yang sering dibuka anak selama sehari penuh.
Tidak hanya itu, pengecekan histori tiap-tiap media sosial pun dibutuhkan. Namun, jika yang ditakutkan adalah tidak adanya pengawas di rumah, sehingga anak sendirian, maka boleh jadi meminta tolong kerabat terdekat (yang bekerja/berada di rumah) untuk ikut menjaga anak selama orang tua bekerja di luar.
Kebijakan tersebut dilakukan dengan peraturan kebersihan secara ketat: rajin cuci tangan dengan sabun/handsanitizer, selalu tetap di rumah apa pun alasannya, dan memakai masker apabila sedang sakit.
Bagi orang tua yang berada di rumah, selama anak belajar di rumah ini mampu menjadi waktu untuk mengenal lebih jauh karakter anak. Hal itu dapat dilakukan melalui pengamatan keseharian anak, pola belajar dan bermain, serta berbagi cerita. Temani anak saat pembelajaran daring, atau ketika mengerjakan tugas.
Tampilkan senyuman dan candaan, bukan keluhan. Munculkan pertanyaan-pertanyaan setelah anak mendapatkan pembelajaran daring, seperti untuk apa kamu mempelajari daur hidup makhluk hidup? Mengapa kita harus belajar di manapun dan kapanpun? Apabila tampak ekspresi bosan dari anak, orang tua berusaha menghiburnya dengan mengalihkan ke hal-hal yang digemarinya di rumah.
Untuk kawan-kawan guru
Kawan-kawan guru tentunya sudah berjuang dengan pelbagai cara, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya. Setiap memberikan pembelajaran daring atau penugasan, tak lupa mengecek emosional anak ketika di rumah. Hal tersebut sebagai penyeimbang antara kognitif dan afektif. Tanyakan hal-hal sederhana seperti, bagaimana keadaannya di rumah? Masih semangat anak-anak? Apa saja yang mau ditanyakan? Siapa yang sudah kangen di sekolah? Berikan anak-anak waktu untuk berbagi sedikit cerita kepada gurunya.
Tiada satupun orang yang menginginkan wabah covid-19 ini, pelbagai pihak sebisa mungkin tetap menjalinkerjasama, memberikan masukan, dengan kepala dingin tanpa menyalahkan. Berikanlah edukasi covid-19 terhadap orang-orang terdekat kita. Karena setiap kebijakan pasti memunculkan pro dan kontra. Maka, berpikirlah dan ciptakanlah suasana yang positif dan kondusif. Itu semua bertujuan demi kemaslahatan bersama.
Tetap di rumah, kesehatanmu tak ternilai harganya. Semangat dan saling menyemangati dalam melewati cobaan ini. Teruntuk siswa, bersabarlah. Tidak hanya kalian yang ingin bersekolah kembali, guru-guru pun sudah rindu dengan kalian.
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Forum Guru Hidar Amaruddin: Toleransi, Semangat, dan Kerja Sama yang Kita Butuhkan, https://jateng.tribunnews.com/2020/04/07/forum-guru-hidar-amaruddin-toleransi-semangat-dan-kerja-sama-yang-kita-butuhkan?page=3.